Jokowi Bicara soal Manajemen Pertamina dan Korupsi

 



Pada tanggal 6 Maret 2025, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan pernyataan terkait dugaan korupsi besar yang melibatkan tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina (Persero). Beliau menegaskan bahwa setiap individu yang terlibat dalam kasus tersebut harus diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.

Presiden Jokowi menekankan bahwa seluruh produk Pertamina telah melalui proses verifikasi dan pengecekan oleh Lembaga Minyak dan Gas Bumi (Lemigas) sebelum dijual ke masyarakat. Namun, beliau juga mengakui bahwa penyelewengan dapat terjadi meskipun prosedur ketat telah diterapkan.

Ketika ditanya apakah merasa kecolongan terkait kasus ini, Presiden Jokowi tidak memberikan jawaban tegas. Beliau menyoroti bahwa Pertamina merupakan perusahaan besar dengan manajemen yang kompleks, sehingga diperlukan kontrol yang detail oleh direksi dan komisaris.

Kasus dugaan korupsi di Pertamina ini menambah daftar panjang kasus serupa yang terjadi dalam satu dekade terakhir. Menurut catatan, terdapat enam kasus korupsi di tubuh Pertamina dalam 10 tahun terakhir, dengan modus operandi yang mirip namun melibatkan pelaku yang berbeda.

Menanggapi perkembangan ini, pengamat politik dari Citra Institute, Efriza, menyebut bahwa Presiden Jokowi bisa saja diperiksa terkait kasus korupsi minyak di Pertamina. Hal ini menunjukkan bahwa kasus ini memiliki dampak yang luas dan melibatkan berbagai pihak.

Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, juga angkat bicara mengenai kasus ini. Beliau menekankan bahwa kejaksaan memahami betul modus operandi seperti oplosan dan blending dalam kasus korupsi Pertamina, dan situasi saat ini mendukung pengungkapan kasus tersebut, terutama dari sisi pemerintah.

Kasus korupsi di Pertamina ini juga menarik perhatian internasional. Penangkapan mantan Menteri Perdagangan Indonesia, Tom Lembong, telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan investor asing dan analis politik. Meskipun kasus ini terkait dengan keputusan impor gula selama masa jabatannya, banyak yang melihatnya sebagai tindakan balas dendam politik, mengingat Lembong adalah kritikus Presiden Jokowi dan pendukung rival politiknya, Anies Baswedan.

Pertamina, sebagai perusahaan minyak dan gas milik negara, memiliki sejarah panjang dalam menghadapi kasus korupsi. Sejak tahun 1970-an, perusahaan ini telah mengalami berbagai perubahan kepemimpinan, dengan beberapa di antaranya terlibat dalam kontroversi terkait pengelolaan aset dan kebijakan perusahaan.

Dalam menghadapi tantangan ini, penting bagi Pertamina untuk memperkuat manajemen dan sistem pengawasan internalnya. Transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prioritas utama untuk mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan. Selain itu, peran aktif pemerintah dan lembaga penegak hukum dalam mengawasi dan menindak pelanggaran sangat krusial untuk menjaga integritas perusahaan dan kepercayaan publik.

Kasus dugaan korupsi di Pertamina ini menjadi pengingat bahwa reformasi dalam tubuh BUMN harus terus dilakukan. Penerapan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) dan pengawasan yang ketat dapat menjadi kunci dalam mencegah praktik korupsi dan memastikan bahwa BUMN beroperasi sesuai dengan kepentingan nasional.

Sebagai penutup, pernyataan Presiden Jokowi mengenai pentingnya manajemen yang kuat dan penegakan hukum yang tegas dalam kasus korupsi di Pertamina mencerminkan komitmen pemerintah dalam memberantas korupsi. Namun, implementasi dari komitmen ini memerlukan kerjasama semua pihak, termasuk masyarakat, untuk terus mengawasi dan memastikan bahwa proses hukum berjalan dengan adil dan transparan.

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال