Seruan Aksi Bubarkan DPR dari Koalisi Masyarakat Pati pada 10 November 2025
Dalam beberapa hari terakhir, publik di Kabupaten Pati digegerkan oleh tersebarnya selebaran digital yang menyerukan aksi besar berjudul “Bubarkan DPR”. Aksi tersebut dijadwalkan oleh Koalisi Masyarakat Pati Sipil untuk digelar pada hari Senin, 10 November 2025, di halaman Gedung DPRD Pati. Seruan ini memicu respons dari pejabat lokal, masyarakat, dan berbagai pihak yang mempertanyakan urgensi hingga legalitas gagasan pembubaran DPRD.
Artikel ini akan membahas latar belakang, tuntutan, respons resmi, dan implikasi dari seruan aksi bubarkan DPR dari Koalisi Masyarakat Pati pada 10 November 2025.
Latar Belakang Seruan Aksi Bubarkan DPR
Munculnya Selebaran Digital sebagai Titik Awal
Aksi ini bermula dari penyebaran selebaran digital di media sosial yang mengusung slogan “Serukan Pati Bubarkan DPRD”. Selebaran tersebut mencantumkan nama Cahaya Basuki alias Yayak Gundul sebagai koordinator atau pemimpin aksi.
Isi selebaran menyebut kalimat provokatif seperti:
“Drama DPRD layak dipertahankan atau dibubarkan. Senin 10 November 2025 di Halaman DPRD Pati Bersama Yayak Gundul.”
Koalisi penyelenggara—yang menamakan diri “Koalisi Masyarakat Pati Sipil”—mengarahkan ajakan kepada masyarakat Pati agar turun ke jalan menyuarakan tuntutan drastis ini.
Kekecewaan terhadap Kinerja DPRD Pati
Motivasi di balik seruan ini tampak bersandar pada kekecewaan terhadap kinerja anggota DPRD Pati. Koalisi penyelenggara menilai bahwa dewan sudah lama tidak lagi merepresentasikan aspirasi rakyat, sering berpihak kepada kelompok tertentu dan mengabaikan suara warga biasa.
Selain itu, terdapat dinamika politik lokal yang memicu ketegangan — salah satunya adalah keberadaan Pansus Hak Angket DPRD Pati yang tengah menyelidiki dugaan pelanggaran oleh Bupati Pati. Beberapa pihak memandang langkah DPRD dalam proses angket sebagai bermuatan politis dan tidak objektif.
Tuntutan dan Rencana Aksi Koalisi
Tuntutan Utama: Pembubaran DPRD
Tuntutan utama dari seruan aksi bubarkan DPR dari Koalisi Masyarakat Pati pada 10 November 2025 adalah pembubaran lembaga legislatif daerah, yaitu DPRD Pati. Koalisi menyebut bahwa pembubaran adalah satu-satunya jalan agar perwakilan rakyat bisa benar-benar diperbarui dan fungsi kontrol terhadap eksekutif dijalankan dengan jujur.
Namun, dalam pernyataan publiknya, Yayak Gundul juga menyebut bahwa masih ada tuntutan lain yang sedang dikaji dan akan disampaikan pada hari aksi.
Rencana awal massa yang akan dikerahkan disebut sekitar 10 ribu orang, meskipun angka tersebut belum final dan masih dapat berubah seiring evaluasi.
Waktu dan Lokasi Aksi
Aksi ini dijadwalkan berlangsung:
-
Hari/Tanggal: Senin, 10 November 2025
-
Lokasi: Halaman depan Gedung DPRD Kabupaten Pati
Koalisi berharap aksi itu akan menjadi momentum protes publik yang masif dan mendesak pembenahan struktural di pemerintahan daerah, terutama dalam tatanan legislatif.
Respons dari DPRD Pati dan Pihak Berwenang
DPRD: Kebebasan Berpendapat tapi Harus Berdasar Hukum
Ketua Pansus Hak Angket DPRD Kabupaten Pati, Teguh Bandang Waluyo, menanggapi seruan tersebut dengan sudut pandang bahwa kebebasan berpendapat adalah hak yang sah dalam demokrasi. “Mas Yayak Gundul boleh saja membuat selebaran seperti itu,” ujarnya.
Namun, Teguh menegaskan bahwa pembubaran DPRD “bukan hal yang bisa dilakukan sembarangan” dan bahwa lembaga legislatif diatur secara konstitusional. Menurutnya, jika seruan tersebut ingin beralasan, harus disertai landasan hukum yang kuat dan argumen yang logis.
Ia mengingatkan bahwa kewenangan membubarkan DPRD tidak berada di tangan individu atau kelompok tertentu, tetapi tertuang dalam regulasi dan proses hukum yang berlaku.
Publik: Pro dan Kontra
Di media sosial dan forum lokal, seruan aksi ini mendapat respons yang beragam. Beberapa warga mengungkapkan dukungan penuh terhadap gagasan tersebut — melihatnya sebagai bentuk pemberontakan moral terhadap wakil rakyat yang dianggap gagal bekerja.
Sementara itu, sebagian masyarakat mempertanyakan efektivitas aksi tersebut, apakah pembubaran DPRD sekadar simbolis atau benar-benar bisa diwujudkan. Kritikus menyoroti aspek legalitas, konsekuensi demokrasi, dan potensi konflik institusional.
Tantangan Legal dan Implikasi Demokrasi
Apakah Pembubaran DPRD Memungkinkan?
Sebelum mendukung seruan aksi bubarkan DPR dari Koalisi Masyarakat Pati pada 10 November 2025, perlu ditelaah secara mendasar: apakah pembubaran DPRD dapat dilakukan berdasarkan hukum Indonesia?
Dalam kerangka konstitusi dan regulasi perundang-undangan, DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat di tingkat daerah yang kedudukannya dilindungi oleh undang-undang. Pembubaran massal lembaga legislatif daerah bukanlah perkara mudah dan tidak bisa dilakukan hanya berdasarkan tuntutan massa.
Beberapa ahli hukum menyebut bahwa reforma kelembagaan dapat melalui mekanisme amandemen, pemilihan ulang (reshuffle), atau mekanisme hukum lainnya, tetapi tidak melalui langkah ad-hoc yang melanggar prinsip negara hukum.
Jika aksi berlangsung dan tuntutan pembubaran diteruskan, akan muncul konflik antara aspirasi rakyat dengan aturan konstitusional dan stabilitas lembaga negara.
Risiko Politik dan Proses Transisi
Jika seruan ini gagal dikawal dengan landasan hukum, dampak negatif yang mungkin terjadi di antaranya:
-
Krisis legitimasi lembaga DPRD: Bila DPRD terus digoyang tanpa proses yang jelas, kepercayaan publik terhadap lembaga legislatif daerah bisa runtuh.
-
Instabilitas politik lokal: Terutama apabila friksi antara eksekutif, legislatif, dan kelompok masyarakat memanas di jalanan.
-
Preseden berbahaya: Tuntutan pembubaran bisa menjadi “mantra” bagi kelompok lain yang tidak puas terhadap wakil rakyatnya — sehingga mengancam kontinuitas demokrasi perwakilan.
Kesimpulan: Makna dan Tantangan Seruan Aksi Bubarkan DPR
Seruan aksi bubarkan DPR dari Koalisi Masyarakat Pati pada 10 November 2025 mencerminkan gejolak kekecewaan masyarakat terhadap representasi politik di tingkat lokal. Seruan tersebut berani dan provokatif — menuntut pembubaran lembaga legislatif demi memperbaharui sistem perwakilan rakyat.
Namun, bila ingin dilegitimasi dan berdampak positif, aksi ini wajib dibarengi dengan argumen hukum yang kokoh, konsolidasi masyarakat yang matang, serta strategi transisi kelembagaan yang jelas. Tanpa itu, gerakan bisa dipandang sebagai gertak simbolik semata atau bahkan berisiko menimbulkan konflik konstitusional.
Jelang 10 November 2025, publik Kabupaten Pati dan pemangku kepentingan akan menyaksikan apakah seruan ini hanya menjadi riak demonstrasi sesaat atau memicu perubahan nyata dalam struktur pemerintahan daerah.