Basuki Tjahaja Purnama, yang dikenal sebagai Ahok, mengungkapkan adanya dugaan praktik tidak sehat oleh oknum di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait kasus korupsi di PT Pertamina (Persero). Ahok mencurigai bahwa beberapa direksi dan holding Pertamina sering melakukan "buying time" atau membeli waktu, yang menurutnya bisa menjadi indikasi adanya permainan tersembunyi. Ia menyoroti kasus korupsi minyak mentah di PT Pertamina Patra Niaga, di mana seorang mantan direktur utama perusahaan tersebut dipecat karena diduga menolak menandatangani pengadaan zat aditif yang dianggap bermasalah.
Lebih lanjut, Ahok menduga ada oknum BPK yang menjadi 'backing' agar Pertamina membeli zat aditif melalui proses transportasi dan tender yang tidak sah. Ia menilai praktik-praktik semacam ini sudah berlangsung lama dan para penguasa enggan untuk menghentikannya. Ahok juga mengungkapkan bahwa selama menjabat sebagai Komisaris Utama Pertamina dari 2019 hingga 2024, banyak inovasinya yang dicegah, terutama terkait upayanya menerapkan sistem digital di Pertamina.
Selain itu, Ahok pernah diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan kerugian sebesar 337 juta dolar AS atau sekitar Rp5,45 triliun dalam pengadaan gas alam cair (LNG) di Pertamina. Ia menjelaskan bahwa kasus tersebut terjadi sebelum dirinya menjabat, namun ditemukan saat ia menjabat sebagai Komisaris Utama pada tahun 2020 dan kemudian dilaporkan ke Menteri BUMN hingga akhirnya ditangani oleh KPK.
Ahok juga mengungkapkan bahwa KPK menangani banyak kasus di Pertamina, dan setiap ada temuan, pihaknya selalu melaporkannya kepada Menteri BUMN serta meminta direksi untuk melaporkannya ke aparat penegak hukum.